Thursday, April 28, 2011

Abu Ubaidah bin al-Jarrah radhiallahu a’nh

Orang Kepercayaan Umat Ini
Beliau termasuk orang yang pertama masuk Islam. Kualitasnya dapat kita ketahui melalui sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya setiap umat mempunyai orang kepercayaan, dan kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah.”
Abu Ubaidah bin al-Jarrah ra lahir di Mekah, di sebuah rumah keluarga suku Quraisy terhormat. Nama lengkapnya adalah Amir bin Abdullah bin Jarrah yang dijuluki dengan nama Abu Ubaidah. Abu Ubaidah adalah seorang yang berperawakan tinggi, kurus, berwibawa, bermuka ceria, rendah diri dan sangat pemalu. Beliau termasuk orang yang berani ketika dalam kesulitan, beliau disenangi oleh semua orang yang melihatnya, siapa yang mengikutinya akan merasa tenang.
Abu Ubaidah termasuk orang yang masuk Islam dari sejak awal, beliau memeluk Islam selang sehari setelah Saidina Abu Bakar as-Shiddiq ra memeluk Islam. Beliau masuk Islam bersama Abdurrahman bin �Auf, Uthman bin Mazun dan Arqam bin Abu al-Arqam, di tangan Abu Bakar as-Shiddiq. Saidina Abu Bakarlah yang membawakan mereka menemui Rasulullah SAW untuk menyatakan syahadat di hadapan Baginda.
Kehidupan beliau tidak jauh berbeza dengan kebanyakan sahabat lainnya, diisi dengan pengorbanan dan perjuangan menegakkan Deen Islam. Hal itu tampak ketika beliau harus hijrah ke Ethiopia pada gelombang kedua demi menyelamatkan aqidahnya. Namun kemudian beliau balik kembali untuk menyertai perjuangan Rasulullah SAW.
Abu Ubaidah sempat mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah SAW. Beliaulah yang membunuh ayahnya yang berada di pasukan musyrikin dalam perang Uhud, sehingga ayat Al-Quran turun mengenai beliau seperti yang tertera dalam surah Al Mujadilah ayat 22, artinya:
�Engkau tidak menemukan kaum yang beriman kepada Allah dan hari kiamat yang mengasihi orang-orang yang menentang Allah SWT dan Rasulullah, walaupun orang tersebut ayah kandung, anak, saudara atau keluarganya sendiri. Allah telah mematri keimanan di dalam hati mereka dan mereka dibekali pula dengan semangat. Allah akan memasukkan mereka ke dalam syurga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, mereka akan kekal di dalamnya. Akan menyenangi mereka, di pihak lain mereka pun senang dengan Allah. Mereka itulah perajurit Allah, ketahuilah bahwa perajurit Allah pasti akan berjaya.�
Masih dalam perang Uhud, ketika pasukan muslimin kucar kacir dan banyak yang lari meninggalkan pertempuran, justeru Abu Ubaidah berlari untuk mendapati Nabinya tanpa takut sedikit pun terhadap banyaknya lawan dan rintangan. Demi didapati pipi Nabi terluka, iaitu terhujamnya dua rantai besi penutup kepala beliau, segera ia berusaha untuk mencabut rantai tersebut dari pipi Nabi SAW.
Abu Ubaidah mulai mencabut rantai tersebut dengan gigitan giginya. Rantai itu pun akhirnya terlepas dari pipi Rasulullah SAW. Namun bersamaan dengan itu pula gigi seri Abu Ubaidah ikut terlepas dari tempatnya. Abu Ubaidah tidak jera. Diulanginya sekali lagi untuk mengigit rantai besi satunya yang masih menancap dipipi Rasulullah SAW hingga terlepas. Dan kali ini pun harus juga diikuti dengan lepasnya gigi Abu Ubaidah sehingga dua gigi seri sahabat ini ompong karenanya. Sungguh, satu keberanian dan pengorbanan yang tak terperikan.
Rasulullah SAW memberinya gelaran “Gagah dan Jujur”. Suatu ketika datang sebuah delegasi dari kaum Kristen menemui Rasulullah SAW. Mereka mengatakan, “Ya Abul Qassim! Kirimkanlah bersama kami seorang sahabatmu yang engkau percayai untuk menyelesaikan perkara kebendaan yang sedang kami pertengkarkan, karena kaum muslimin di pandangan kami adalah orang yang disenangi.” Rasulullah SAW bersabda kepada mereka, “Datanglah ke sini nanti sore, saya akan kirimkan bersama kamu seorang yang gagah dan jujur.”
Dalam kaitan ini, Saidina Umar bin Al-Khattab ra mengatakan, “Saya berangkat mahu shalat Zuhur agak cepat, sama sekali bukan karena ingin ditunjuk sebagai delegasi, tetapi karena memang saya senang pergi shalat cepat-cepat. Setelah Rasulullah selesai mengimami salat Zuhur bersama kami, beliau melihat ke kiri dan ke kanan. Saya sengaja meninggikan kepala saya agar beliau melihat saya, namun beliau masih terus membalik-balik pandangannya kepada kami. Akhirnya beliau melihat Abu Ubaidah bin Jarrah, lalu beliau memanggilnya sambil bersabda, ‘Pergilah bersama mereka, selesaikanlah kasus yang menjadi perselisihan di antara mereka dengan adil.’ Lalu Abu Ubaidah pun berangkat bersama mereka.”
Sepeninggalan Rasulullah SAW, Umar bin Al-Khattab ra mengatakan kepada Abu Ubaidah bin al-Jarrah di hari Saqifah, “Hulurkan tanganmu! Agar saya baiat kamu, karena saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Sungguh dalam setiap kaum terdapat orang yang jujur. Orang yang jujur di kalangan umatku adalah Abu Ubaidah.’ Lalu Abu Ubaidah menjawab, �Saya tidak mungkin berani mendahului orang yang dipercayai oleh Rasulullah SAW menjadi imam kita di waktu shalat (Saidina Abu Bakar as-Shiddiq ra), oleh sebab itu kita sayugia membuatnya jadi imam sepeninggalan Rasulullah SAW.�
Sisi lain dari kehebatan sahabat yang satu ini adalah kezuhudannya. Ketika kekuasaan Islam telah meluas dan kekhalifahan dipimpin oleh Saidina Umar ra, Abu Ubaidah menjadi pemimpin di daerah Syria. Saat Umar mengadakan kunjungan dan singgah di rumahnya, tak terlihat sesuatu pun oleh Umar ra kecuali pedang, perisai dan pelana tunggangannya. Umar pun lantas berujar, “Wahai sahabatku, mengapa engkau tidak mengambil sesuatu sebagaimana orang lain mengambilnya?”
Beliau menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, ini saja sudah cukup menyenangkan.”
Abu Ubaidah bin al-Jarrah ra ikut serta dalam semua peperangan Islam, bahkan selalu mempunyai andil besar dalam setiap peperangan tersebut. Beliau berangkat membawa pasukan menuju negeri Syam, dengan izin Allah beliau berhasil menaklukan semua negeri tersebut.
Ketika wabak penyakit Taun bermaharajalela di negari Syam, Khalifah Umar bin Al-Khattab ra mengirim surat untuk memanggil kembali Abu Ubaidah. Namun Abu Ubaidah menyatakan keberatannya sesuai dengan isi surat yang dikirimkannya kepada khalifah yang berbunyi,
“Hai Amirul Mukminin! Sebenarnya saya tahu, kalau kamu memerlukan saya, akan tetapi seperti kamu ketahui saya sedang berada di tengah-tengah tentera Muslimin. Saya tidak ingin menyelamatkan diri sendiri dari musibah yang menimpa mereka dan saya tidak ingin berpisah dari mereka sampai Allah sendiri menetapkan keputusannya terhadap saya dan mereka. Oleh sebab itu, sesampainya surat saya ini, tolonglah saya dibebaskan dari rencana baginda dan izinkanlah saya tinggal di sini.”
Setelah Umar ra membaca surat itu, beliau menangis, sehingga para hadirin bertanya, “Apakah Abu Ubaidah sudah meninggal?” Umar menjawabnya, “Belum, akan tetapi kematiannya sudah di ambang pintu.”
Sepeninggalan Abu Ubaidah ra, Saidina Muaz bin Jabal ra berpidato di hadapan kaum Muslimin yang berbunyi, “Hai sekalian kaum Muslimin! Kalian sudah dikejutkan dengan berita kematian seorang pahlawan, yang demi Allah saya tidak menemukan ada orang yang lebih baik hatinya, lebih jauh pandangannya, lebih suka terhadap hari kemudian dan sangat senang memberi nasihat kepada semua orang dari beliau. Oleh sebab itu kasihanilah beliau, semoga kamu akan dikasihani Allah.”
Menjelang kematian Abu Ubaidah ra, beliau memesankan kepada tenteranya, “Saya pesankan kepada kalian sebuah pesan. Jika kalian terima, kalian akan baik, ‘Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, puasalah di bulan Ramadhan, berdermalah, tunaikanlah ibadah haji dan umrah, saling nasihat menasihatilah kalian, sampaikanlah nasihat kepada pimpinan kalian, jangan suka menipunya, janganlah kalian terpesona dengan keduniaan, karena betapa pun seorang melakukan seribu upaya, beliau pasti akan menemukan kematiannya seperti saya ini. Sungguh Allah telah menetapkan kematian untuk setiap pribadi manusia, oleh sebab itu semua mereka pasti akan mati. Orang yang paling beruntung adalah orang yang paling taat kepada Allah dan paling banyak bekalnya untuk akhirat. Assalamu�alaikum warahmatullah.”
Kemudian beliau melihat kepada Muaz bin Jabal ra dan mengatakan, “Ya Muaz! Imamilah shalat mereka.” Setelah itu, Abu Ubaidah ra pun menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Allahu a’lam bisshawab.

Mustafa Kamal Ataturk- Mayatnya Tidak Diterima Bumi

Adakah sahabat semua mengenali MUSTAFA KAMAL ATATURK?? Benar.. Masakan kita tidak mengenalinya sedangkan dialah orang yang bertanggungjawab meruntuhkan Daulah Khilafah yang kita banggakan sejak sekian lama. Tanggal 3 Mac 1924 merupakan titik hitam di dalam sejarah umat Islam yang tidak harus dilupakan oleh kaum Muslimin. Pada tarikh inilah umat Islam secara rasmi telah kehilangan perisai dan tonggak tempat mereka berlindung - Khilafah Islamiyyah. Kejadian ini meninggakan luka yang amat dalam pada diri umat Islam..

Khalifah yang terakhir, Sultan Abdul Majid telah diusir meninggalkan pusat pentadbiran Daulah Khilafah di Turki pada subuh hari tersebut hasil daripada persidangan Majlis Nasional yang diketuai oleh La’natullah Mustafa Kamal melalui konspirasi jahat kafir Barat. Semuanya telah berlalu dan kehidupan umat Islam kini lemah tanpa ada pembela gara-gara si Kamal Ataturk keparat ini.. Disini ingin saya kongsikan peristiwa yang berlaku apabila kematian semakin menghampiri si keparat pembelot agama Allah ini... Moga Allah melaknat beliau..

Kamal Ataturk diberi gelaran al-Ghazi (orang yang memerangi). Perkataan Ataturk bermakna bapa orang Turki. Artaturk ialah orang yang bertanggungjawab meruntuhkan Kerajaan Islam Turki pada tahun 1343H (1924M).

Beliau dilahirkan pada tahun 1299H (1880M) di bandar salonika, Greek yang ketika itu merupakan jajahan takluk Kerajaan Uthmaniyyah. Bapanya bernama Ali Reda Afandi, berkerja sebagai pengawal di jabatan Kastam. Ada yang mengatakan beliau ialah bapa tiri Ataturk dan bukan bapa kandungnya. Ada juga yang mengatakan Ataturk oleh Guru matematiknya yang bernama Mustafa. Mustafa bertugas di sekolah Ataturk iaitu sebuah sekolah menengah tentera dan pada ketika itulah beliau tertarik dengan kebolehan Ataturk dalam bidang matematik lalu mencadangkan nama Mustafa Kamal.

Ketika Mustafa Kamal mencapai usia 12 tahun, beliau memasuki Sekolah Tentera Salonika. Kemudian beliau menyambung pelajaran di Akademi Tentera Monasitar pada tahun 1302H (1885M). Pada tahun 1322H (1905M), beliau memasuki kolej tentera di Istanbul dan menamatkan latihan ketenteraannya pada tahun 1325H. (1907M). Kemudiannya, belaiu telah ditugaskan di Kem Tentera Batalion ketiga di Salonika.

Ataturk hidup tanpa isteri dan anak-anak. Isterinya bernama Latifah Hanim hanya mampu tinggal bersamanya selama setahun sahaja kerana tidak tahan denagn kefasikan Ataturk. Kediamannya dipenuhi dengan segala macam kemungkaran daripada arak sehinggalah wanita.

Sewaktu Mustapha Kamal Attaturk menjadi perdana menteri Turki, dia telah membuat undang-undang yang amat bercanggah dengan ajaran agama Islam, antaranya ialah :

1. Membolehkan perempuan memakai tudung dengan syarat pakai skirt.

2. Membolehkan lelaki memakai seluar panjang dengan syarat pakai tali leher dan topi(sesuai dengan kehendak barat).

3. Menyuruh wanita dan lelaki menari di khalayak ramai. Beliau sendiri pernah menari dengan seorang wanita di satu parti umum yang pertama di Ankara.

4. Beliau pernah menegaskan bahawa "negara tidak akan maju kalau rakyatnya tidak cenderung kepada pakaian moden."

5. Menggalakkan minum arak secara terbuka.

6. Mengarahkan Al-Quran dicetak dalam bahasa Turki.

7. Menukar azan ke dalam bahasa Turki. Bahasa Turki sendiri diubah dengan membuang unsur-unsur Arab dan Parsi.

8. Mengambil arkitek- arkitek dari luar negara untuk memodenkan Turki. Hakikatnya mereka diarah mengukir patung-patung dan tugu-tugunya di seluruh bandar Turki.

9. Satu ucapan beliau di bandar Belikesir di mana beliau dengan terang-terangannya mengatakan bahawa agama harus dipisahkan dengan urusan harian dan perlu dihapuskan untuk kemajuan.

10. Agama Islam juga di buang sebagai Agama Rasmi negara.

11. Menyerang Islam secara terbuka dan terang-terangan.

12. Menggubal undang-undang perkahwinan berdaftar berdasarkan undang-undang barat.

13. Menukar Masjid Ayasophia kepada muzium, ada sesetengah masjid dijadikan gereja.

14. Menutup masjid serta melarang dari bersembahyang berjemaah.

15. Menghapuskan Kementerian Wakaf dan membiarkan anak-anak yatim dan fakir miskin.

16. Membatalkan undang-undang waris, faraid secara islam.

17. Menghapus penggunaan kalendar Islam dan menukarkan huruf Arab kepada huruf Latin.

18. Mengganggap dirinya tuhan sama seperti firaun. Berlaku peristiwa apabila salah seorang askarnya ditanya "siapa tuhan dan di mana tuhan > tinggal?" oleh kerana takut, askar tersebut menjawab 'Kamal Atartuk adalah tuhan" beliau tersenyum dan bangga dengan jawapan yang diberikan oleh askar itu.

Kematian Kamal Atartuk Yang Menyeksakan

Di saat kematiannya, Allah telah datangkan beberapa penyakit kepada beliau sehingga beliau rasa terseksa dan tak dapat menanggung seksaan dan azab yang Allah berikan di dunia.

Antaranya ialah :

1. Didatangkan penyakit kulit hingga ke kaki dimana beliau merasa gatal-gatal seluruh badan.

2. Sakit jantung.

3. Penyakit darah tinggi.

4. Panas sepanjang masa, tidak pernah merasa sejuk sehingga terpaksa diarahkan kepada bomba untuk menyiram rumahnya 24 jam. Pembantu-pembantunya juga diarahkan untuk meletak ketulan-ketulan ais di dalam selimut untuk menyejukkan beliau.

Maha suci Allah, buat macam mana pun rasa panas tak hilang-hilang. Oleh kerana tidak tahan dengan kepanasan yang ditanggung, beliau menjerit sehingga seluruh istana mendengar jeritan itu. Oleh kerana tidak tahan mendengar jeritan, mereka-mereka yang bertanggung jawab telah menghantar beliau ke tengah lautan dan diletakkan dalam bot dengan harapan beliau akan merasa sejuk.

Allah itu Maha Besar, panasnya tak jugak hilang! Pada 26 september 1938, beliau pengsan selama 48 jam disebabkan terlalu panas dan sedar selepas itu tetapi beliau hilang ingatan.

Pada 9 November 1938, beliau pengsan sekali lagi selama 36 jam dan akhirnya meninggal dunia. Sewaktu beliau meninggal, tidak seorang pun yang memandi, mengkafan dan menyembahyangkan mayat beliau.

Mayatnya diawetkan selama 9 hari 9 malam, sehingga adik perempuan beliau datang meminta ulama-ulama Turki memandikan, mengkafankan dan menyembahyangkannya. Tidak cukup dari itu, Allah tunjukkan lagi balasan azab ketika mayatnya di bawa ke tanah perkuburan. Bila mayatnya hendak ditanam, tanah tidak menerimanya (tak dapat nak bayangkan bagaimana tanah tidak menerimanya).

Disebabkan putus asa, mayatnya diawetkan sekali lagi dan dimasukkan ke dalam muzium yang diberi nama EtnaGrafi (kalau tak silap dengar) selama 15 tahun sehingga tahun 1953). Selepas 15 tahun mayatnya hendak ditanam semula, tapi Allah Maha Agung, bumi sekali lagi tak menerimanya. Habis ikhtiar, mayatnya diletakkan dalam keranda timah dan dibawa pula ke satu bukit ditanam dalam satu binaan marmar beratnya 44 tan. Mayatnya ditanam di celah-celah batu marmar. Apa yang menyedihkan, ulama-ulama sezaman dengan Kamal Atartuk telah mengatakan bahawa jangan kata bumi Turki, seluruh bumi Allah ini tidak menerima Kamal Atartuk!
Maha suci Allah.. Itulah azab yang diterima oleh seorang yang menentang Agama Allah secara terang-terngan.. Belum lagi azab yang ditanggung di akhirat kelak yang kekal abadi.. Dan itulah yang selayaknya diterima oleh si murtad Mustafa Kamal Ataturk LAKNATULLAH!!

Thursday, April 14, 2011

Hadis berkaitan:
Diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah didalam kitabnya, Sahih Muslim bahawa Saidatina Aisyah r.a isteri Nabi s.a.w katanya:

Apabila Rasulullah s.a.w ingin musafir, baginda biasanya mengadakan undian di kalangan isteri-isterinya. Sesiapa yang bernasib baik dialah yang akan keluar bersama Rasulullah s.a.w.

Saidatina Aisyah berkata Rasulullah s.a.w membuat undian di kalangan kami untuk memilih siapakah yang akan turut serta ke medan perang. Tanpa diduga undi akulah yang berjaya. Lalu aku keluar bersama Rasulullah s.a.w. Peristiwa ini berlaku selepas turunnya ayat hijab. Aku dibawa dalam Haudaj (sebuah bilik kecil untuk perempuan yang diletakkan di atas unta). Bilik inilah aku ditempatkan selama berada di sana.

Setelah Rasulullah s.a.w selesai berperang, kami terus pulang. Kami berhenti rehat buat seketika di suatu tempat yang berhampiran dengan Madinah. Sebaik sahaja tiba waktu malam kami diminta supaya meneruskan perjalanan. Pada waktu yang sama aku bangkit dan berjalan jauh dari pasukan tentera. Apabila selesai membuang air besar aku kembali ke tempat kelengkapan perjalanan. Ketika aku menyentuh dadaku mencari kalung, ternyata kalungku yang diperbuat dari manik Zafar (berasal dari Zafar, Yaman) hilang.

Aku kembali lagi ke tempat tadi mencari kalungku sehingga aku ditinggalkan dalam keadaan tersebut. Sementara itu beberapa orang lelaki yang ditugaskan membawaku mengangkat Haudaj ke atas unta yang aku tunggangi kemudian terus pulang. Pada sangkaan mereka aku berada di dalamnya. Saidatina Aisyah berkata : Wanita pada waktu itu semuanya ringan-ringan, tidak terlalu tinggi dan tidak pula terlalu gemuk kerana mereka hanya memakan sedikit makanan menyebabkan para sahabat tidak terasa berat ketika membawa serta mengangkat Haudaj. Apatah lagi aku pada waktu itu seorang gadis.

Mereka membangkitkan unta dan terus berjalan. Sebaik sahaja mereka bertolak aku bertemu kalung yang kehilangan tadi. Aku pergi ke tempat perhentian mereka semasa berperang, namun tidak seorang pun yang ada di sana. Lalu aku kembali ke tempat perhentianku dengan harapan mereka sedar kehilanganku dan kembali mencariku. Ketika berada di tempatku, aku terasa mengantuk dan terus tertidur. Kebetulan Safuan bin Al-Muattal As-Sulami Az-Zakwani telah ditinggalkan oleh pasukan tentera supaya berangkat pada awal malam sehinggalah dia sampai ke tempatku pada pagi tersebut.

Dalam kesamaran dia terlihat seorang manusia sedang tidur. Dia menghampiriku dan didapati aku yang tidur di situ. Dia mengenaliku kerana pernah melihat aku sebelum hijab diwajibkan kepadaku. Aku tersedar oleh ucapannya ketika dia mengetahui bahawa aku tidur di situ. Aku segera menutup wajahku dengan kain tudung. Demi Allah! Dia tidak bercakap dengan aku dan aku juga tidak mendengar kata-katanya walaupun sepatah selain satu ucapannya sehinggalah dia meminta aku menunggang untanya. Tanpa membuang masa aku terima pelawaannya dan terus naik dengan berpijak di tangannya, lalu beredar dalam keadaan dia menarik unta sehinggalah kami berjaya mendapatkan pasukan tentera yang sedang berhenti rehat kerana panas terik.

Celakalah penuduhku dan orang yang tetap dengan keangkuhannya iaitu Abdullah bin Ubai bin Salul. Setelah sampai di Madinah, aku jatuh sakit di Madinah selama sebulan setelah ku kembali. Sementara itu orang ramai sedang menyebarkan fitnah daripada pereka cerita bohong tetapi aku sendiri tidak mengetahuinya. Aku mula resah setelah Rasulullah s.a.w kelihatan berubah malah aku tidak lagi merasakan kelembutan Rasulullah s.a.w yang biasanya aku rasakan ketika aku sakit. Rasulullah s.a.w cuma masuk mengucapkan salam kemudian bertanya: Bagaimana keadaanmu? Suasana ini menyebabkan aku semakin gelisah kerana bagiku, aku tidak melakukan keburukan.

Setelah penyakitku beransur sembuh, aku keluar bersama Ummu Mistah ke tempat buang air besar. Ianya adalah tempat yang biasa kami kunjungi untuk membuang air besar dan kami hanya keluar pada waktu malam. Keadaan ini berterusan sehinggalah kami membina tandas berhampiran dengan rumah kami. Kamilah orang arab yang pertama membina tandas untuk bersuci. Akhirnya kami merasa terganggu dengan tandas tersebut yang dibina berhampiran dengan rumah kami.

Suatu hari aku keluar bersama Ummu Mistah binti Abu Ruhmi bin Al-Muttalib bin Abdul Manaf. Ibunya adalah puteri Sakhrin bin Amir ibu saudara Abu Bakar As-Siddiq r.a, anaknya bernama Mistah bin Usaasah bin Abbad bin Al-Muttalib. Setelah kami selesai buang air besar aku berjumpa dengan anak perempuan Abu Ruhmi berhampiran rumahku. Tiba-tiba Ummu Mistah terpijak pakaiannya lalu melatah sambil berkata : Celaka Mistah! Aku berkata kepadanya : Apakah engkau mencela seorang lelaki yang syahid dalam peperangan Badar. Dia menjawab : Wahai Saidatina Aisyah, tidakkah engkau mendengar apa yang dia katakan? Aku menjawab : Tidak, apakah yang dia katakan? Lantas Ummu Mistah menceritakan kepada aku tuduhan pembuat cerita bohong.

Mendengar cerita itu, sakitku bertambah kuat. Setelah sampai di rumah Rasulullah s.a.w masuk menjengukku. Baginda mengucapkan salam kemudian bertanya: Bagaimana keadaanmu? Aku menjawab : Apakah engkau izinkan aku berjumpa dua orang tuaku? Pada saat itu aku ingin kepastian tentang berita tersebut dari dua orang tuaku. Selepas mendapat keizinan daripada Rasulullah s.a.w, aku segera pulang ke rumah orang tuaku. Sebaik sahaja sampai di sana, aku bertanya ibuku : Mak, apakah cerita yang disebarkan oleh orang ramai mengenai diriku? Ibuku menjawab : Wahai anakku! Tabahkanlah hatimu! Demi Allah berapa orang sahaja wanita cantik berada di samping suami yang menyayanginya dan mempunyai beberapa orang madu tidak difitnahkan, bahkan ramai yang dilontarkan fitnah terhadapnya. Aku berkata : Maha suci Allah s.w.t! Apakah sampai begitu sekali orang ramai memfitnah ku?

Aku terus menangis pada malam tersebut dan tidak lagi mampu menahan air mata. Aku tidak dapat tidur sehingga pada pagi keesokannya, aku masih lagi dalam keadaan demikian. Setelah beberapa ketika Rasulullah s.a.w memanggil Ali bin Abi Talib dan Usamah bin Zaid untuk membincangkan perceraian dengan isterinya. Ketika itu wahyu tidak diturunkan. Usamah bin Zaid memberi pertimbangan kepada Rasulullah s.a.w tentang penjagaan Allah terhadap isteri baginda dan kemesraan Nabi terhadap mereka sambil berkata: Wahai Rasulullah! Mereka adalah keluargamu. Kami cuma mengetahui apa yang baik. Manakala Ali bin Abi Talib pula berkata: Allah tidak menyulitkan kamu malah wanita selain daripadanya masih ramai.

Jika engkau bertanyakan pembantu rumah pun, tentu dia akan memberikan keterangan yang betul. Saidatina Aisyah berkata : Lantas Rasulullah s.a.w memanggil Barirah (pembantu rumah) dan bertanya: Wahai Barirah! Apakah engkau pernah melihat sesuatu yang meragukan tentang Aisyah? Barirah menjawab: Demi Allah yang mengutusmu membawa kebenaran. Sekiranya aku melihat sesuatu padanya, nescaya aku tidak akan menyembunyikannya. Dia tidak lebih dari seorang gadis muda yang sering tertidur di samping adunan roti keluarganya sehinggalah binatang ternakan seperti ayam dan burung datang memakannya.

Saidatina Aisyah berkata: Kemudian Rasulullah s.a.w berdiri di atas mimbar meminta pertolongan untuk membersihkan segala fitnah yang dilontarkan oleh Abdullah bin Ubai bin Salul. Saidatina Aisyah berkata lagi : Rasulullah s.a.w bersabda semasa berkhutbah : Wahai kaum Muslimin! Siapakah yang ingin menolongku dari orang yang sanggup melukai hati keluargaku? Demi Allah! Apa yang aku ketahui hanyalah kebaikan. Beberapa orang telah menyebut tentang seorang lelaki yang aku ketahui bahawa dia seorang yang baik. Dia tidak pernah masuk berjumpa isteriku kecuali bersamaku. Lalu Saad bin Muaz Al-Ansariy bangun berkata : Aku yang akan menolongmu daripada orang itu wahai Rasulullah. Jika dia daripada golongan Aus aku akan memenggal lehernya dan sekiranya dia dari kalangan saudara kami daripada golongan Khazraj, perintahkanlah aku nescaya aku akan melaksanakan segala perintahmu itu.

Saidatina Aisyah berkata: Mendengar kata-kata tersebut lantas Saad bin Ubadah bangun. Dia adalah penghulu golongan Khazraj, seorang yang soleh tetapi kadang-kadang dia cepat radang kerana bongkak. Dia menjawab kepada Saad bin Muaz : Engkau bohong! Demi Allah engkau tidak dapat membunuhnya dan tidak mampu untuk membunuhnya! Lalu Usaid bin Hudair sepupu Saad bin Muaz bangun menjawab kepada Saad bin Ubadah : Engkau bohong! Demi Allah, kami akan membunuhnya. Engkau seorang munafik yang membela orang-orang munafik. Maka terjadilah pertengkaran hebat antara golongan Aus dan Khazraj, sehingga mereka hampir membunuh antara satu sama lain.

Rasulullah s.a.w masih tetap berdiri di atas mimbar. Rasulullah s.a.w tidak henti-henti menenangkan mereka sehinggalah mereka terdiam kerana melihat Rasulullah s.a.w diam. Saidatina Aisyah berkata: Melihat keadaan itu aku menangis sepanjang hari. Air mataku tidak berhenti mengalir dan aku tidak dapat tidur sehinggalah pada malam berikutnya. Dua ibu bapaku menganggap tangisanku itu boleh membawa kepada terbelahnya jantungku. Ketika ibu bapaku menunggu aku, seorang perempuan Ansar datang meminta izin menemuiku. Setelah aku mengizinkannya, dia terus masuk lalu duduk sambil menangis.

Saidatina Aisyah berkata: Ketika itu Rasulullah s.a.w masuk memberi salam, lalu duduk bersama aku. Saidatina Aisyah berkata: Baginda tidak pernah berbuat demikian sejak berlakunya fitnah terhadapku sebulan yang lalu. Wahyu juga tidak diturunkan kepada baginda mengenai keadaanku. Saidatina Aisyah berkata: Rasulullah s.a.w mengucapkan Dua Kalimah Syahadah ketika duduk kemudian bersabda: Wahai Aisyah! Aku ketahui berbagai cerita telah diperkatakan tentang dirimu. Jika engkau memang tidak bersalah, Allah pasti tidak akan menyalahkan kamu. Tetapi seandainya engkau bersalah, pohonlah keampunan daripada Allah dan bertaubatlah kepada-Nya kerana sesungguhnya apabila seorang hamba mengaku berdosa, kemudian bertaubat nescaya Allah pasti akan menerima taubatnya.

Saidatina Aisyah berkata: Sebaik sahaja Rasulullah s.a.w selesai bersabda, aku bertambah sedih sehingga tidak terasa air mataku menitis. Aku berkata kepada ayahku: Jelaskanlah kepada Rasulullah s.a.w mengenai apa yang baginda katakan. Ayahku menjawab: Demi Allah! Aku tidak tahu apa yang harus dijelaskan kepada Rasulullah s.a.w. Kemudian aku berkata kepada ibuku: Jelaskanlah kepada Rasulullah s.a.w. Ibuku juga menjawab: Demi Allah! Aku tidak tahu apa yang harus dijelaskan kepada Rasulullah s.a.w. Lalu aku berkata: Aku adalah seorang gadis muda. Aku tidak banyak membaca Al-Quran. Demi Allah! Aku tahu bahawa kalian telah mendengar semuanya itu sehingga tetap bersemadi di hati kalian, malah kalian mempercayainya. Jika aku katakan kepada kalian bahawa aku tidak bersalah, Allahlah yang mengetahui bahawa aku tidak bersalah, tetapi kalian tetap tidak mempercayaiku. Begitu juga sekiranya aku mengakui melakukan kesalahan, Allahlah yang mengetahui bahawa aku tidak bersalah dan kalian tentu akan mempercayaiku. Demi Allah, aku tidak mempunyai contoh yang tepat untuk aku dan kalian kecuali kata-kata yang disebut oleh ayah Nabi Yusuf a.s, maksudnya: Kalau begitu bersabarlah aku dengan sebaik-baiknya dan Allah jualah yang dipohonkan pertolongan mengenai apa yang kamu katakan itu.

Saidatina Aisyah berkata: Kemudian aku beredar lalu berbaring di tempat tidurku. Saidatina Aisyah berkata: Demi Allah! Pada saat itu aku yakin diriku tidak bersalah dan Allah akan menunjukkan bahawa aku tidak bersalah. Tetapi demi Allah! Aku tidak menyangka bahawa wahyu akan diturunkan tentang permasalahanku kerana persoalanku adalah terlalu remeh untuk difirmankan oleh Allah s.w.t. Namun begitu aku mengharapkan agar Rasulullah s.a.w melihat dalam mimpinya bahawa Allah s.w.t membersihkan aku dari fitnah itu. Saidatina Aisyah berkata: Demi Allah! Rasulullah s.a.w tidak beredar dari tempat duduk baginda dan tidak ada seorangpun di kalangan keluarga kami keluar. Apabila Allah s.w.t menurunkan wahyu kepada Nabi-Nya, baginda kelihatan berubah. Baginda duduk membongkok sambil berpeluh bagaikan mutiara pada musim sejuk kerana beratnya menerima firman Allah s.w.t yang diturunkan kepada baginda.

Saidatina Aisyah berkata: Setelah itu Rasulullah s.a.w terus ketawa. Ucapan pertama baginda selepas menerima wahyu tersebut ialah sabdanya: Bergembiralah, wahai Aisyah! Sesungguhnya Allah s.w.t telah membersihkan kamu! Lalu ibuku berkata kepadaku: Bangunlah berjumpa Rasulullah s.a.w. Aku menjawab: Demi Allah! Aku tidak akan bangun berjumpa baginda. Aku hanya akan memuji kepada Allah s.w.t kerana Dialah yang menurunkan ayat Al-Quran menyatakan kebersihanku. Lalu Allah s.w.t menurunkan ayat yang bermaksud: (Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita yang amat dusta itu ialah segolongan dari kalangan kamu) sebanyak sepuluh ayat. Allah s.w.t menurunkan ayat-ayat tersebut yang menyatakan kebersihanku.

Saidatina Aisyah berkata: Lalu Sayidina Abu Bakar orang yang selalu memberi nafkah kepada Mistah kerana dia adalah salah seorang daripada kaum keluarga Abu Bakar dan seorang miskin berkata: Demi Allah! Aku tidak akan memberikan nafkah kepadanya lagi selepas dia memfitnahkan Saidatina Aisyah r.a. Sebagai teguran terhadap tindakan itu Allah s.w.t menurunkan ayat maksudnya: Dan janganlah orang-orang yang berharta serta lapang hidupnya di antara kamu bersumpah tidak mahu lagi memberi bantuan kepada kaum keluarga sehinggalah kepada firman Allah s.w.t yang bermaksud: Tidakkah kamu suka supaya Allah mengampunkan dosa kamu.

Hibban bin Musa berkata: Abdullah bin Al-Mubarak menyebut: Inilah ayat yang paling aku harapkan dalam Kitab Allah.

Abu Bakar berkata: Demi Allah! Memang aku inginkan keampunan Allah s.w.t. Lalu Abu Bakar kembali memberikan nafkah kepada Mistah sebagaimana biasa dan berkata: Aku tidak akan berhenti memberi nafkah kepadanya.

Saidatina Aisyah berkata: Rasulullah s.a.w pernah bertanya Zainab binti Jahsyin isteri Nabi s.a.w tentang masalahku: Apakah yang engkau ketahui atau apakah pendapatmu? Zainab menjawab: Wahai Rasulullah! Aku selalu menjaga pendengaran dan penglihatanku. Demi Allah! Apa yang aku ketahui hanyalah kebaikan. Saidatina Aisyah berkata: Dialah dari kalangan isteri-isteri Nabi s.a.w yang membanggakan aku. Allah s.w.t mengurniakan kepadanya sifat warak berbanding dengan saudara perempuannya iaitu Hamnah binti Jahsyin yang turut serta menyebarkan fitnah. Maka celakalah dia bersama orang-orang yang celaka!

Hadis Muslim dengan syarah Imam Nawawi j 17 ms 103-112"

telur ayam tiruan???

hati2 dengan telur ayam tiruan yang dah masuk pasaran malaysia sekarang ni.
benda ni dah lama ada kat china.....tp x sangka boleh masuk malaysia plak.
kita review skit cmne telur tiruan ni dibuat (di china la)










ingredients yg digunakan.......





kuning telur......







buat kulit telur .......


kulit telur tiruan yang lebih rapuh berbanding telur asli.....




harap info ni dapat membantu

BERKATA BENAR

Nabi Muhammad berpesan....


Tinggalkanlah perkara yang meragukan dan buatlah perkara yang tidak meragukan. 
Berkata benar adalah ketenteraman dan dusta adalah keraguan

(Direkodkan oleh Tirmizi)

Nabi Muhammad berpesan supaya kita meninggalkan percakapan dan perbuatan yang tidak benar. Beliau menggalakkan kita melakukan perkara baik dan perkara yang tidak meragukan. Sesiapa yang bercakap benar, hatinya tenang dan tenteram. Orang tidak percaya kepada orang yang bercakap bohong.

Hanzalah bin Abu Amir


Perkahwinan Hanzalah bin Abu Amir dengan sepupunya, Jamilah binti Ubay sudah siap diatur. Kebetulan pula, hari berlangsungnya perkahwinan Hanzalah bertembung dengan hari peperangan tentera Islam menentang musuh di Bukit Uhud. Hanzalah bin Abu Amir mendekati Rasulullah s.a.w., “Saya bercadang menangguhkan sahaja perkahwinan saya malam nanti.” Pada masa itu, Nabi Muhammad s.a.w. dan tentera-tentera Islam di kota Madinah sibuk membuat persiapan akhir untuk berperang. “Tidak mengapa, teruskan sahaja perkahwinan ini,” balas Rasulullah s.a.w.. “Tetapi saya sungguh berhajat bagi menyertainya, ” Hanzalah bertegas. Rasulullah s.a.w. berkeras supaya Hanzalah meneruskan perkahwinannya dan memberi cadangan supaya Hanzalah menyusuli tentera Islam di Bukit Uhud pada keesokan hari, setelah selesai upacara perkahwinan.

Hanzalah mendiamkan diri. Ada benarnya saranan Nabi Muhammad itu; perkahwinan ini bukan sahaja melibatkan dirinya bahkan bakal isterinya juga. Pada malam Jumaat yang hening, perkahwinan antara Hanzalah bin Abu Amir dan Jamilah binti Ubay dilangsungkan secara sederhana. Suasana yang hening dan sunyi itu tidak tenang hingga ke pagi. Kota Madinah tiba-tiba dikejutkn dengan paluan gendang yang bertubi-tubi. Paluan gendang mengejutkan para pejuang bersama laungan menyebarkan berita.

“Bersegeralah! Kita bersegera perangi musuh Allah.”

“Berkumpul segera! Keluarlah! Rebutlah syurga Allah!”

“Perang akan bermula!”

Pukulan gendang dan laungan jihad itu mengejutkan pasangan pengantin yang baru sahaja dinikahkan. Hanzalah bingkas dari tempat tidurnya, “Saya harus menyertai mereka.” “Bukankah malam ini malam perkahwinan kita dan Nabi Muhammad mengizinkan kanda berangkat esok?” Soal isterinya. Hanzalah menjawab tegas, “Saya bukanlah orang yang suka memberi alasan bagi merebut syurga Allah.”

Jamilah terdiam dan hanya mampu memerhatikan suaminya bersiap memakai pakaian perang dan menyelitkan pedang ke pinggangnya. Hanzalah menoleh ke arah isterinya, “Janganlah bersedih, doakan pemergian saya semoga saya beroleh kemenangan.” Suami isteri itu berpelukan dan bersalaman. Berat hati Jamilah melepaskan lelaki yang baru sahaja menjadi suaminya ke medan perang. Namun, Jamilah menguatkan hatinya dan melepaskannya dengan penuh redha. “Saya mendoakan kanda beroleh kemenangan.”

Hanzalah melompat ke atas kudanya dan terus memecut tanpa menoleh ke belakang. Akhirnya, dia berjaya bergabung dengan tentera Islam yang tiba lebih awal daripadanya.

Di medan perang, jumlah tentera musuh adalah seramai tiga ribu orang yang lengkap bersenjata manakala jumlah tentera Islam hanyalah seramai seribu orang. Perbezaan itu tidak menggugat sanggar wibawa tentera Islam termasuklah Hanzalah. Dia menghayun pedangnya menebas leher-leher musuh yang menghampiri dan apabila dia terpandang Abu Sufyan, panglima tentera Quraisy, Hanzalah menerkam Abu Sufyan umpama singa lapar. Mereka berlawan pedang dan bergelut; akhirnya Abu Sufyan sungkur ke tanah. Tatkala Hanzalah mengangkat pedang mahu menebas leher Abu Sufyan, dengan kuat panglima tentera Quraisy itu menjerit menarik perhatian tentera Quraisy. Tentera-tentera Quraisy menyerbu Hanzalah dan Hanzalah tewas, rebah ke bumi.

Sebaik sahaja perang tamat, tentera Islam yang tercedera diberikan rawatan. Mayat-mayat yang bergelimpangan dikenalpasti dan nama-nama mereka, tujuh puluh orang kesemuanya, dicatat. Sedang Nabi Muhammad yang tercedera dan patah beberapa batang giginya diberi rawatan, beliau mengatakan sesuatu yang menyentak kalbu, “Saya terlihat antara langit dan bumi, para malaikat memandikan mayat Hanzalah dengan air daripada awan yang diisikan ke dalam bekas perak.” Abu Said Saidi, antara tentera yang berada dekat dengan Nabi Muhammad bingkas mencari jenazah Hanzalah. “Benar kata-kata Nabi Muhammad. Rambutnya masih basah bekas dimandikan!” Abu Said Saidi menyaksikan ketenangan wajah Hanzalah walaupun beliau cedera parah di seluruh badannya. Rambutnya basah dan titisan air mengalir di hujung rambutnya sedang ketika itu matahari terik memancar.